Hasan Tiro(Alm) bersama Eks libiya |
1. Surya Darma alias
Robert
Tahun 90-an, Surya Darma
atau Robert sangat terkenal di Aceh. Dia pejuang GAM yang sangat ditakuti dan
diburu oleh aparat keamanan saat itu. Foto-fotonya bersama para pejuang GAM
lainnya begitu mudah kita temukan di pos kamling. Dia gencar beraksi pada
1989-1992 di kawasan Aceh Timur dan Aceh Utara.
Tapi, siapa sebenarnya
Robert? Dia merupakan putra Minang asli, yang lahir di Lampaseh, Banda Aceh,
dengan nama Surya Darma. Pada tahun 1985, prajurit satu dari Batalyon 113 Kota
Bakti, Pidie ini pernah dikirim oleh kesatuannya ke Timor Timur (kini Timur
Leste) untuk memerangi pasukan Fretelin.
Konon, sepulang dari
Timor Timur, Robert membuat ulah memukul anggota Polisi Militer saat nonton di
Bioskop Beringin. Atas ulahnya tersebut, Robert dihukum oleh komandannya dan
sempat dititipkan di LP Sigli. Setahun kemudian, Robert kembali membuat heboh
dengan membobol kas berisi uang kontan bernilai ratusan juta rupiah milik PT
Arun. Karena terus bikin ulah, Robert akhirnya dikeluarkan dari dinas militer.
Sejak lama Robert
bersimpati pada perjuangan GAM. Ketika ditahan bersama tahanan GAM di sebuah
sel di Batalyon 113 Kota Bakti, Robert melihat para pejuang GAM tetap Salat
walau di penjara. “ABRI(skarang TNI) yang digaji pemerintah malah berjudi,
minum minuman keras. Sejak itu saya tertarik dan terlibat dalam GAM. Banyak
anggota ABRI juga bersimpati pada GAM,” kata Robert dalam sebuah wawancara
dengan Majalah Forum Keadilan, 11 Januari 1999.
Suatu kali, setelah
memukul seorang Camat di Batee, Pidie, Robert bersama Arjuna berhasil
meloloskan diri dari kejaran aparat. Dia pun memilih lari ke Malaysia. Pada
Tahun 1993, Robert dihukum mati secara in absentia oleh Pengadilan Negeri
Lhokseumawe.
2. Arjuna
Selain Robert, pejuang
GAM yang namanya berkibar antara tahun 1989-1992 adalah Arjuna. Beda dengan
Robert, Arjuna adalah eks Libya (1988-1989), dan dikenal sangat berani serta
ahli merancang serangan. Dia pun termasuk intelektual GAM, jebolan dari
Fakultar Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala. Tak heran, setahun setelah
bergabung dengan GAM, Arjuna dipercaya menjadi komandan pasukan GAM Wilayah
Pidie.
Arjuna termasuk angkatan
terakhir (1989/1990) yang dikirim berlatih militer ke Libya bersama Ahmad
Kandang. Sementara angkatan pertama yang berlatih di Libya yaitu Muzakkir Manaf
juga Ismail Syahputra, juru bicara ASNLF GAM yang diculik di Medan.
Di dalam pasukan GAM,
Arjuna dikenal dengan nama Rambo, tokoh film Hollywood dalam perang Vietnam.
Ini wajar karena lelaki brewok ini sangat lihai dalam taktik perang gerilya.
Dia masuk list aktivis GAM yang paling diburu aparat keamanan. Merasa tak aman
terus berada di Aceh setelah terlibat pemukulan seorang Camat di Batee, Pidie,
Arjuna meloloskan diri ke Malaysia tahun 1992. Di sana ia bekerja serabutan.
Terakhir pada 1997, dia
pulang ke Aceh. Ia masuk lewat Pelabuhan Peureulak Aceh Timur yang relatif sepi
dari ingar bingar pergolakan. Ia kembali ke Bireuen sebentar, dan selanjutnya
hijrah ke Bekasi. Ia memilih menjadi pedagang kelontong dan sayuran di Pasar
Bekasi. Garis perjuangannya pun melunak. Terakhir ketika pulang ke Bireuen
sekitar tahun 2001, Arjuna dieksekusi. Konon dilakukan oleh gerakan yang dulu
pernah dibelanya.
3. Ahmad Kandang
Nama aslinya Muhammad
Rasyid. Tapi dia lebih dikenal dengan nama Ahmad Kandang. Pasalnya, ia lahir
dan tinggal di Desa Meunasah Blang Kandang, Muara Dua, Aceh Utara.
Akhir Desember 1998,
Ahmad Kandang menjadi pentolan GAM paling dicari aparat keamanan. Ia dituding
sebagai dalang pembunuhan sejumlah anggota ABRI. Hal itu pula yang mendorong
ABRI (kini TNI) melancarkan Operasi Wibawa ’99 yang menjadikan Aceh sebagai
medan perang. Sebagai operator lapangan, tak mudah bagi TNI menangkap Ahmad
Kandang. Ia dilindungi oleh pasukan dan masyarakat Kandang.
Ahmad Kandang dikenal
sebagai Robinhood-nya Aceh. Pelaku utama pembobolan Bank Central Asia (BCA)
Lhokseumawe pada Februari 1997 ini sangat dicintai masyarakat. Ia sering
membagi rezeki kepada penduduk di kampungnya. Ini pula yang membuatnya selalu
dijaga oleh masyarakat.
Pada pertengahan
November 1998, misalnya, saat sepasukan Brimob telah mengepung rumah Ahmad
Kandang, mereka tak berani menembak panglima GAM Pasee tersebut karena di dalam
rumah tempat persembunyiaan Ahmad ada ibu dan bayi. Warga bahkan membentuk
pagar betis untuk melindunginya. Kesempatan itu digunakan oleh pejuang ini
untuk kabur dan melarikan diri.
Ahmad Kandang dikenal
ahli perakit bom. Banyak bom yang dipasang untuk menghadang laju operasi TNI
dibuat olehnya. Tapi, nasibnya tragis, karena dia meninggal karena bom yang
dirakitnya meledak. Padahal, bom itu dia siapkan untuk menghadang iring-iringan
TNI.
4. Ishak Daud
Selain Ahmad Kandang, nama
tokoh GAM yang juga paling diburu aparat keamanan adalah Teungku Ishak bin
Muhammad Daud atau lebih dikenal dengan Ishak Daud. Penglima GAM Wilayah
Peureulak ini punya postur tubuh tinggi-tegap. Wajahnya juga ganteng dan mirip
bintang film India.
Ishak lahir di Desa
Blang Glumpang Kuala Idie, Kecamatan Idie Rayeuk, Aceh Timur pada 12 Januari
1960. Ia adalah anak pertama dari pasangan Muhammad Daud bin Tengku Basyah dan
Nuriah. Semasa kecil, Ishak tinggal di lingkungan desa yang rata-rata hidup di
bawah garis kemiskinan. Ayahnya bekerja sebagai nelayan sedang ibunya berjualan
kue.
Merasa tidak pernah puas
dengan kondisi itu, pada awal tahun 1984, pada usia 24 tahun, Ishak memutuskan
merantau ke Malaysia. Di negeri jiran itu, Ishak Daud bekerja serampangan,
sebagai kuli bangunan atau penjaga restoran. Karena tak tahan hidup seperti itu
di Malaysia, Ishak Daud memutuskan merantau ke Singapore. Apalagi banyak orang
Aceh di negeri singa itu. Sama seperti di Malaysia, Ishak Daud juga bekerja
serabutan, dari buruh bangunan hingga sopir angkutan. Di Singapore pula Ishak
Daud mulai mengenal Gerakan Aceh Merdeka, apalagi saat itu banyak aktivis Aceh
Merdeka menggelar pertemuan politik. Praktis, selama bekerja di Singapore Ishak
sering mengikuti pertemuan tersebut. Ini pula yang membuka wawasannya tentang
sejarah Aceh.
Pada Juni 1987, Ishak
akhirnya disumpah oleh Tengku Abdullah Musa sebagai anggota GAM. Apalagi Hasan
Tiro yang mengendalikan GAM dari Swedia butuh pemuda Aceh untuk dididik
pendidikan militer dan dikirim ke Libya. Ishak Daud termasuk dalam rombongan 40
orang pemuda Aceh yang dikirim ke Libya.
Sepulang dari Libya,
Ishak Daud singgah di Singapore. Hanya 12 hari di sana, Ishak Daud pun
memutuskan pulang ke Aceh melalui Pelabuhan Tanjung Balai. Dari sana ia naik
bus dan kembali ke kampung halamannya di Idi Rayeuk. Awalnya dia bekerja
sebagai pedagang Ikan dan diam-diam merekrut pemuda untuk terlibat GAM.
Ishak termasuk tokoh
pertama yang mengibarkan bendera Aceh Merdeka di SMA Idi Rayeuk, Aceh Timur
pada 4 Desember 1989 setelah pengibaran bendera di Gunung Halimun, Pidie, yang
dilakukan Hasan Tiro pada 4 Desember 1976.
Pada 20 Mei 1990, Ishak
Daud menyerang pos ABRI di Buloh Blang Ara, Aceh Utara. Dalam penyerangan itu,
dua tentara dan seorang pelajar SMP meninggal. Kelompok Ishak Daud juga
berhasil mengambil 22 pucuk senjata M-16 dan senjata jenis Minimi. Untuk
ulahnya tersebut, Ishak Daud divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri
Lhokseumawe. Sidangnya digelar di Sabang karena dalam beberapa persidangan
sebelumnya, Ishak Daud selalu dielu-elukan oleh simpatisannya. Saat itu, Ishak
disebut-sebut sebagai Kepala Biro Penerangan Aceh Merdeka.
Namun, Ishak Daud hanya
sempat menjalani hukuman dua tahun saja, karena pada masa kepemimpinan Presiden
Abdurrahman Wahid, 21 Mei 2000, Ishak Daud dibebaskan. Ishak memutuskan kembali
bergabung dengan GAM, posisi terakhirnya sebagai Panglima GAM Wilayah
Peureulak-Teumieng. Ishak meninggal dalam sebuah penyergapan oleh TNI pada
akhir tahun 2003.
5. Teungku Abdullah
Syafie
Teungku Abdullah Syafie
atau Teungku Lah adalah Panglima GAM yang sangat karismatik, disegani kawan dan
ditakuti lawan. Di kalangan pasukannya Teungku Lah dikenal sangat tegas namun
sopan. Ia juga santun dan bersahaja. Saya merasakan kebersahajaannya ketika
suatu kali menjumpainya di sebuah kampung di Glumpang Baro, Pidie. Dia sangat
ramah. Saya disapanya ‘Aneuk Muda’. Selama tiga jam lebih saya duduk dan
berbicara dengannya. Kebetulan Teungku Lah sedang beristirahat di kampung saya
waktu itu. Rasa kagum saya pada sosok yang sangat dicintai pasukannya itu
setelah beliau berceramah di masjid kampung saya.
Teungku Lah adalah
pemimpin sayap militer GAM. Dia pernah menjabat sebagai Panglima GAM Wilayah
Pidie, dan terakhir sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka seluruh Sumatera.
Konon, lebih 20 tahun Teungku Lah memimpin gerilyawan GAM di kawasan Bireuen.
Teungku Lah tidak
mendapat pendidikan militer di Libya, seperti Arjuna atau Ahmad Kandang. Inilah
yang membuatnya tidak begitu suka dengan penggunaan kekerasan dalam berjuang.
Kekuatan senjata hanya untuk mempertahankan diri. Hal ini pula yang membuat
Teungku Lah sangat dihormati oleh tentara musuh.
Teungku Lah lahir di
Desa Matanggeulumpang Dua, Bireuen. Ia hanya sempat bersekolah hingga kelas
tiga di Madrasah Aliyah Negeri Peusangan. Keluar dari sekolah tersebut, Teungku
Lah memilih belajar agama di sejumlah Pesantren di Aceh. Teungku Lah mulai
terlibat GAM pada awal 1980 (ada juga kabar yang menyebutkan, Teungku Lah
bergabung dengan GAM sehari sebelum Hasan Tiro memproklamirkan GAM di Gunong
Halimon).
Sebenarnya, masa muda
Teungku Lah termasuk unik. Ia banyak terlihat dalam dunia teater bersama group
Jeumpa. Sangat jauh dari kesan militer. Tetapi, belakangan, hal ini sangat
membantu Teungku Lah dalam hal penyamaran. Mobilitas Teungku Lah tak
terdeteksi. Orang Aceh menyebut Teungku Lah punya ileume peurabon (ilmu bisa
menghilangkan diri). Teungku Abdullah Syafie meninggal dunia pada 22 Januari
2002 di Jiem-Jiem, Bandar Baru, Pidie dalam sebuah penyergapan oleh TNI. Sang
istri dan lima pasukannya ikut syahid dalam penyerangan tersebut.
Sebelum meninggal,
Teungku pernah membuat wasiat, “Jika pada suatu hari nanti Anda mendengar
berita bahwa saya telah syahid, janganlah saudara merasa sedih dan patah
semangat. Sebab saya selalu bermunajat kepada Allah SWT agar mensyahidkan saya
apabila kemerdekaan Aceh telah sangat dekat. Saya tak ingin memperoleh
kedudukan apapun apabila negeri ini (Aceh) merdeka”.
6. Abu Arafah
Teungku Abdul Meuthalib
atau yang lebih terkenal dengan Abu Arafah adalah Panglima GAM Wilayah
Meureuhom Daya. Wilayah operasional GAM Meureuhom Daya dalam struktur wilayah
Gerakan Aceh Merdeka meliputi Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, hingga Arongan,
Kecamatan Samatiga, Aceh Barat.
Abu Arafah dikenal
militan karena sering kali menyerang patroli TNI di Gunung Geureutee, Aceh
Jaya. Dia sering-kali mengultimatun pasukan TNI agar tidak melintasi wilayah
kekuasaannya, mulai dari Lhoong, Aceh Besar hingga Arongan. Setiap penyerangan
yang terjadi terhadap TNI di lintasan pegunungan itu diklaim dilakukan oleh
pihaknya. Suatu kali, pasukannya menyerang pasukan pengamanan bahan logistik
TNI BKO Kecamatan Jaya yang mengakibatkan Prada Suprianto, anggota TNI dari
Kesatuan 320/Siliwangi luka parah.
“Kita memang
mempersiapkan serangan itu, untuk mengingatkan mereka agar jangan menakali
masyarakat,” kata Arafah kepada media ketika itu.
Abu Arafah juga mengajak
TNI berperang secara terbuka dengan pasukannya. Pasalnya, setiap selesai kontak
senjata dengan GAM, aparat TNI/Polri sering mengasari masyarakat. Namun, ajakan
perang tersebut mendapat larangan dari ulama, apalagi seruan tersebut dilakukan
pada bulan Ramadhan. Para ulama cemas, karena Abu Arafah mengancam akan menyerang
pos TNI jika tak mau meladeni ajakan berperang di lokasi yang jauh dari
pemukiman penduduk.
“Kami menghormati dan
menghargai imbauan ulama dan tokoh masyarakat itu sepanjang pihak TNI/Polri
tidak mengganggu dan menindak masyarakat secara kasar,” kata juru bicara AGAM
Wilayah Meureuhom Daya, Abu Tausi, mewakili Abu Arafah.
Abu Arafah meninggal
dunia dalam kontak senjata dengan pasukan TNI di Aceh Jaya, pada 10 Oktober
2002. Panglima legendaris GAM Meureuhom Daya ini dikebumikan di kampung
halamannya, Krueng Tunong, pada Jumat (11/10/2002) sore.
Sekalipun Abu Arafah
meninggal, namun GAM Wilayah Meureuhom Daya tetap menyembunyikan informasi
meninggalnya panglima yang sangat mereka hormati itu. Hal ini dilakukan agar
tidak meruntuhkan mental para pasukan di lapangan.
7. Saiful alias Cagee
Amiruddin atau Saiful
alias Cagee bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 1998.
Ketertarikannya bergabung dengan GAM setelah berkenalan dengan Mirik, Saiful
alias Cage masih sebagai prajurit biasa di kamp 09 (kosong sikureung) Palu
Beueh Awee Geutah. Saat itu, petinggi GAM di kawasan itu adalah Husaini Franco,
Razali dan beberapa orang lainnya. Sekali pun masih baru dalam GAM, Cagee sudah
dikenal sangat berani dan nekat.
Cagee menjadi komandan
operasi khusus pada tahun 2002, karena sangat senang bertempur. Pasukan ini
dibentuk tahun 2001 oleh GAM Daerah III Batee Iliek. Pada tahun 2002 pula,
Cagee membentuk kamp Gurkha di Gampong Darul Aman, Peusangan Selatan. Tapi
karena kondisi makin genting, dia memecah pasukannya menjadi tujuh regu, dua di
antaranya bernama regu Singa Bate (dengan komandannya Mirik) dan regu Geubina
yang dikomandani oleh Obeng. Setelah CoHA, Cagee menyatukan kembali pasukannya
di Gurkha, agar pasukan GAM tidak tersebar-sebar.
Cagee yang dikenal
pemberani ini pernah membanting stempel KPA Wilayah Bireuen di hadapan para
petinggi GAM setelah mengusung Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf sebagai calon
Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pilkada 2012. Entah karena sikapnya
tersebut, pada Jumat (22/07/12) Cagee ditembak mati di depan tokonya, Gurkha,
di Matanggeulumpang Dua, Bireuen.
Selain nama-nama di
atas, sebenarnya, masih cukup banyak pejuang GAM yang legendaris dan ditakuti
oleh TNI, seperti Ayah Muni (panglima operasi wilayah GAM Aceh Besar), Abu
Hendon, panglima GAM Wilayah Deli yang meledakkan bom di kota Medan, atau
Keuchik Umar, panglima GAM di Pidie. Ada juga Udin Cobra, komandan operasi GAM
di Pidie yang dikenal sangat jago taekwondo yang meninggal dalam kontak tembak dengan
TNI di kawasan Beureueh Menasah Blang Kecamatan Mutiara Kabupaten
Pidie(Jum'at, 1/8/2003), Pawang Rasyid yang
namanya sangat dikenal di kawasan Geumpang dan Tangse, Rahman Paloh di Pasee
yang pernah menembak pesawat tempur TNI dari pucuk pohon kelapa, Teungku Bari,
komandan operasi GAM Batee Iliek, dan masih banyak lagi. Mudah-mudahan nanti
kita punya waktu menulis tentang mereka secara panjang lebar, sebagai bagian
dari mengingat mereka.
dikutip dari: Jumpueng.Blogspot.com
Post a Comment