Raya Haba - Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah mengatakan, pembahasan rencana perubahan bendera dan lambang Aceh akan dilanjutkan kembali dalam waktu dekat atau setelah Pemerintah Pusat menyerahkan tiga turunan UUPA, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kerja Sama Bagi Hasil Migas, PP Pelimpahan Kewenangan Pusat untuk Aceh, dan Perpres tentang Penyerahan Kewenangan Urusan Pertanahan.
“Setelah tiga turunan UUPA itu diserahkan kepada kita, direncanakan pekan ini, baru pembahasan rencana perubahan bendera dan lambang Aceh dilanjutkan kembali,” kata Gubernur Zaini Abdullah pada acara coffee morning dengan wartawan di restoran pendopo, di Banda Aceh, Minggu (2/1).
Gubernur mengatakan, pihaknya sangat senang setelah mendengar informasi tiga menteri dari Kabinet Kerja Joko Widodo dan Yusuf Kalla, yaitu Menko Ekuin Sofyan Jalil, Mendagri Tjahyo Kumolo, dan Menteri Agraria Ferry Mursidan Baldan akan datang ke Aceh mengantar tiga turunan UUPA yang kabarnya telah diteken Presiden Joko Widodo. “Mengenai jadwal pastinya belum kita terima, tetapi kemungkinan dalam pekan ini,” kata Zaini Abdullah.
Gubernur mengatakan, tiga turunan UUPA itu seharusnya sudah diterbitkan Pemerintah Pusat pada 2008 atau setelah dua tahun UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh diundangkan dan dilaksanakan. Tapi, karena berbagai hal, turunan UUPA yang sangat ditunggu Pemerintah Aceh dan masyarakat baru terselesaikan pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Zaini mengakui, ada beberapa hal yang dituntut pada pembahasan ketiga turunan UUPA itu yang belum sesuai dengan keinginan tim Aceh, misalnya permohonan bagi hasil migas untuk wilayah lepas pantai dari 12-200 mil, rasio bagi hasil keuntungan bersihnya sama dengan bagi hasil eksploitasi migas di darat sampai 12 mil dari pantai (70 untuk Aceh dan 30 untuk Pusat atau 50:50 persen). “Informasi yang kami dengar, pembagian persentasenya Aceh diberikan 30 persen dan Pusat 70 persen. Kalau seperti itu pembagiannya, kita terima saja dulu,” ujar Zaini.
Karena, lanjut Zaini, kalau dalam areal itu nanti ada kegiatan eksploitasi migas, kontrak kerjasamanya antara Pusat dengan kontraktor migasnya, harus diketahui Pemerintah Aceh. “Ini merupakan kemajuan baru sejak lahirnya UUPA, di mana sebelumnya kita tidak pernah dilibatkan,” lanjut Gubernur Zaini.
Gubernur berharap, banyak kontrak migas yang akan dilakukan ke depan antara Pusat dengan rekanannya harus melibatkan Pemerintah Aceh dan perusahaan lokal. Contohnya, pelaksanaan pemberdayaan terminal gas Arun untuk terminal pendistribusian gas elpiji kebutuhan industri di Belawan dan Aceh
Pemerintah Aceh dan perusahaan daerah dilibatkan dalam pelaksanaan proyek tersebut yang diharapkan pada pertengahan atau akhir tahun ini, proyek pendistribusian gas elpiji untuk industri dan rumah tangga sudah berjalan. Rencananya, pendistribusian gas tersebut akan dilakukan melalui pembangunan terminal terapung di Pelabuhan Belawan, Sumut.
Tapi, karena kecermatan anggota legislatif dan pihak eksekutif Aceh sebelumnya dan atas bantuan Menteri BUMN sebelumnya, Dahlan Iskan rencana itu dibatalkan oleh Presiden SBY dan dialihkan ke PT Arun agar tabung gas LNG di Pelabuhan Arun Lhokseumawe tidak jadi besi tua.
“Jadi, banyak hal yang telah dilakukan untuk kemajuan Aceh, terutama untuk penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat guna mengurangi pengangguran dan penduduk miskin,” demikian Zaini Abdullah.
Modal Makmurkan Aceh
Terkait penyerahan tiga turunan UUPA oleh Pemerintah Pusat kepada Aceh, Gubernur Zaini Abdullah mengungkapkan rasa senangnya. Menurutnya, setelah tiga turunan UUPA itu diserahkan kepada Pemerintah Aceh, ketiganya akan dijadikan modal untuk mempercepat berbagai sektor pembangunan demi kemakmuran dan kesejahteraan seluruh masyarakat Aceh.
“Jumlah penduduk miskin kita memang telah menurun dari 19 persen menjadi 17 persen, tapi persentasenya masih di bawah rata-rata nasional yaitu 13 persen. Begitu juga pengangguran, nasional sudah berada pada 7 persen, sedangkan kita masih 8 persen,” ujar Zaini Abdullah.
Gubernur Zaini mencontohkan pelimpahan kewenangan urusan pertanahan. Kalau dulunya harus berurusan dengan Pusat, setelah perpresnya diberikan kepada Aceh makan akan ditata kembali birokrasi urusan pertanahan menjadi lebih efisien serta efektif sehingga tidak merepotkan masyarakat maupun investor yang akan berinvestasi di Aceh.
Mengenai personel BPN, Pusat masih tetap memberikan bantuan keuangan untuk pembiayaan operasional dan gaji PNS-nya di provinsi maupun kabupaten/kota yang jumlahnya mencapai puluhan ribu orang.
Post a Comment