Raya Haba- Ketua Forum Komunikasi Pemberdayaan Pemuda Aceh (FKPP-Aceh), Rajali mengecam pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang akan memangkas aturan wajib jilbab di Aceh dalam peraturan daerah (Perda) atau qanun.
Ia menyesalkan pernyataan tersebut karena Mendagri dianggap tidak memahami kewenangan dan kekhususan Aceh di bawah payung hukum Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA.
“Kami mengecam dan sangat menyesalkan pernyataan Mendagri itu. Padahal dia harus tahu bahwa UUPA itu juga undang-undang hasil kesepakatan bersama antara Pemerintah Pusat dan Aceh,” ujarnya.
Ia menyebutkan dalam butir MoU Helsinki jelas disebutkan tentang kewenangan Pemerintah Aceh, yaitu memiliki kewenangan dalam semua sektor publik, termasuk administrasi sipil dan peradilan, kecuali hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman, serta kebebasan beragama.
“Sebenarnya rakyat Aceh tidak bertentangan lagi dengan Pemerintah Pusat karena sudah lahir perdamaian dan MoU di antara kedua belah pihak. Saat ini kita cuma butuh koordinasi dan saling mendukung semua pihak,” kata Rajali.
Menurutnya, komunikasi menjadi faktor penting yang harus dijalankan saat ini antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh agar tak terjadi permasalahan lagi.
“Jangan gara-gara Perda yang tidak sesuai dengan undang-undang, pemerintah sudah kebakaran jenggot lagi,” cetusnya.
Ia menyesalkan pernyataan tersebut karena Mendagri dianggap tidak memahami kewenangan dan kekhususan Aceh di bawah payung hukum Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA.
“Kami mengecam dan sangat menyesalkan pernyataan Mendagri itu. Padahal dia harus tahu bahwa UUPA itu juga undang-undang hasil kesepakatan bersama antara Pemerintah Pusat dan Aceh,” ujarnya.
Ia menyebutkan dalam butir MoU Helsinki jelas disebutkan tentang kewenangan Pemerintah Aceh, yaitu memiliki kewenangan dalam semua sektor publik, termasuk administrasi sipil dan peradilan, kecuali hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman, serta kebebasan beragama.
“Sebenarnya rakyat Aceh tidak bertentangan lagi dengan Pemerintah Pusat karena sudah lahir perdamaian dan MoU di antara kedua belah pihak. Saat ini kita cuma butuh koordinasi dan saling mendukung semua pihak,” kata Rajali.
Menurutnya, komunikasi menjadi faktor penting yang harus dijalankan saat ini antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh agar tak terjadi permasalahan lagi.
“Jangan gara-gara Perda yang tidak sesuai dengan undang-undang, pemerintah sudah kebakaran jenggot lagi,” cetusnya.
Post a Comment